HARI
ini, 3 September 2012, Doraemon merayakan ulang tahun. Lewat jejaring
sosial, banyak orang bersahut-sahutan demi mengabarkan kelahiran robot
kucing cerdas dari masa depan ini. Dari berbagai penjuru dunia, ucapan
selamat terus mengalir diiringi ucapan terimakasih karena telah mewarnai
masa kecil dengan lukisan tentang karakter dan pelaaran hidup yang amat
menghibur.
Para
pencinta Doraemon itu tak sekadar saling mengabarkan, mereka sedang
mengenang suatu masa ketika karakter robot ini menjadi bagian dari
hari-hari yang sedang berjalan, mengenang petikan-petikan hikmah dan
pelajaran berharga dari kisah pertalian antara Doraemon bersama Nobita,
Suneo, Shizuka, dan Giant (baca: Jaian).
Pada
titik ini, Doraemon bukan lagi sebuah karakter pada kisah kartun. Ia
seakan hidup. Setidaknya, ia hidup di benak para penggemarnya. Kisahnya
menjadi serupa bayang-bayang dalam pikiran. Bisa menjadi inspirasi yang
serupa es krim jenis magnum yang semakin dijilati, semakin nikmat.
Membayangkan Doraemon adalah membayangkan cerita persahabatan serta
hari-hari yang penuh petualangan.
Saya
menyenangi karakter Nobita. Karakter ini mewakili keseharian kebanyakan
siswa sekolah, yang pemalas, namun memiliki daya kreativitas yang
seolah tak ada habis-habisnya. Nobita tak pernah kehabisan akal, apalagi
hal-hal yang menyangkut keisengan. Saya juga menyenangi Suneo, yang
meskipun kaya-raya, namun tak pernah memilih teman. Saya juga suka
karakter Takeshi atau Jaian yang suka marah hingga emosinya
meledak-ledak, namun ketika bertemu ibunya, ia akan jadi anak manis yang
penurut.
Tentu
saja, magnet kisah ini adalah Doraemon, sang robot kucing yang ajaib.
Dengan kantung ajaib, Doraemon bisa mewujudkan segala ide gila serta
keisengan Nobita. Bersama para sahabat, mereka bertualang hingga ke
negeri-negeri yang jauh. Saya membayangkan betapa tingginya daya
imajinasi dan kreativitas Fujiko F Fujio, sang pencipta Doraemon.
Imajinasi Fujiko bukan hanya kisah petualangan, namun juga benda-benda
ajaib yang bisa dikeluarkan dari perut Doraemon.
Di
antara banyak alat tersebut, saya menyenangi Pintu Ke Mana Saja. Betapa
tidak, pintu ini bisa membawa kita menuju ke dunia yang diimajinasikan.
Dahulu, saya membayangkan, jika memiliki alat ini, maka akan saya
gunakan untuk berkelana ke dunia yang penuh es krim. Atau berkelana ke
negeri awan-awan. Kini, saya membayangkan akan berkelana ke masa silam,
melihat langsung peristiwa yang mengubah sejarah, sekadar mengetahui
sejauh mana dramatisasi dilakukan atas masa silam.
Di
hari ulang tahun Doraemon ini, saat menyaksikan begitu banyak sambutan
atas Doraemon di jejaring sosial, saya tiba-tiba saja berpikiran kalau
karakter kartun ini adalah karakter yang terus hidup. Ia bisa berada di
banyak lapisan usia, bisa ikut membesarkan pada penyukanya, hingga abadi
di masa kini.
Ikon Kebudayaan
Bagi
mereka yang hendak mengkaji penanda zaman di abad ke-21, tentu saja tak
boleh melewatkan serial ini. Sejak pertama hadir di tahun 1969,
Doraemon tak pernah absen, baik di layar kaca, maupun dalam versi komik.
Kisah Doraemon telah dibuat dalam 45 buku. Diperkirakan, buku ini
terjual hingga 2 juta kopi setiap tahunnya. Buku ini mencatat prestasi
sebagai buku terlalaris yang terjual hingga 100 juta kopi.
Di
Indonesia, Doraemon hadir di layar TVRI stasiun Yogyakarta pada tahun
1974. Selanjutnya ditayangkan di RCTI sejak tahun 1991. Di negeri
asalnya, Doraemon tayang sejak tahun 1969. Sejak masa itu, versi animasi
Doraemon telah ditayangkan hingga 1.700 episode. Jika ditambah dengan
versi filmnya, maka serial ini sukses menjangkau hingga 63 juta
penonton. Kita bisa paham betapa
karakter Doraemon menjelma sebagai superstar dunia hiburan di Asia,
sekaligus menjadi ikon atau penanda kebudayaan pop yang menyebar laksana
wabah di seluruh negara-negara Asia.
Tentu saja, akan sangat menarik jika dianalisis bagaimana serial ini bisa mengubah dunia. Dalam tulisan berjudul The Impact of Japanese Comics and Animation in Asia,
sosiolog Ng Wai Ming menganalisis bahwa karakter Doraemon dan karakter
lain dari komik Jepang telah sukses menggantikan Amerika Serikat (AS)
sebagai eksportir komik dan animasi. Saat ini, hampir semua
negara-negara Asia memiliki terjemahan komik Jepang. Mereka juga
menayangkan serial ini di televise neara masing-masing.
Tak
hanya serial saja, kisah ini juga dikemas dalam berbagai merchandise
yang laris terjual. Sebagaimana dicatat Ng Wai Ming, yang merupakan
professor Kajian Jepang di China University at Hongkong, karakter
Doraemon sukses mengubah persepsi banyak orang tentan bangsa Jepang.
Remaja Asia tergila-gila pada segala hal tentang Jepang. Berbeda dengan
orang tua dan kakeknya, generasi baru menyimpan gambaran positif tentang
Jepang. Bagi mereka, Jepang adalah negeri tempat Hello Kitty, Pikachu,
Doraemon, Ultraman, dan Final Fantasy.
Artinya,
serial ini sukses menjadi public relation yang mengubah image tentang
bangsa Jepang. Sebelumnya, citra Jepang adalah citra pada perang dunia
kedua yakni citra tentang peperangan. Tapi melalui Doraemon, citra itu
tergantikan menjadi citra yang sanggup menghadirkan senyum serta rimansa
tentang persahabatan seekor kucing ajaib dan teman-temannya yang kadang
nakal, namun sama-sama mencintai persahabatan. Serial ini sukses
menjadi mesin pengubah citra yang amat efektif sekaligus memperlebar
daya jelajah capital bangsa Jepang ke sleuruh Asia dan dunia.
Lantas,
apa rahasia mengapa serial ini begitu digandrungi? Saya melihat bahwa
serial ini memiliki beberapa kualitas. Selain karena kisahnya yang
kreatif serta menghibur, juga karena terdapat nilai-nilai persahabatan,
semangat belajar yang tinggi, penghargaan pada orangtua, pentingnya
sekolah. Kisah ini menjadi kisah yang abadi seiring dengan pertumbuhan
generasi yang menggandrunginya sejak kecil.
Saat
membayangkan Doraemon, saya tiba-tiba saja terdiam saat membayangkan
betapa banyaknya kisah kearifan dalam tradisi Indonesia. Sayangnya,
semua kisah tersebut belum bisa menjadi inspirasi untuk dikemas menjadi
satu industri budaya popular yang sukses menampilkan wajah bangsa kita
yang ramah kepada siapa saja. Kita belum sanggup menemukan jalan untuk
mengalirkan energi kreatif kisah-kisah yang digali dari warisan masa
silam demi menjadi jati diri sekaligus karakter anak-anak bangsa ini di
masa depan.
Tanpa
keberanian untuk mengeksplorasi dan mengolah semua kisah-kisah ajaib
bangsa ini, maka selamanya generasi baru kita akan terpenjara dalam
serial-serial kartun khas Doraemon yang dikemas dalam kisah inspiratif
dan mengayakan karakter. Tentu saja, ini menjadi tantangan besar buat
anak bangsa untuk menghasilkan kisah yang sama dahsyatnya, sehingga di
masa depan, generasi muda akan amat bangga berkata, “Anda punya Doraemon dan Ultraman, sementara saya punya Sangkuriang dan Cindelaras.”
Athens, Ohio, 3 September 2012
No comments:
Post a Comment